Jakarta,reformasinews.com- Wakil Menteri Sekretaris Negara (Wamen Setneg) Juri Ardiantoro menyebut prosedur pengangkatan guru sekolah madrasah swasta menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) bersifat kompleks alias rumit.
Kerumitan itu terjadi lantaran pengangkatan guru madrasah swasta menjadi PPPK melibatkan berbagai pihak, termasuk pemerintah daerah.
Hal itu disampaikan Juri di Gedung Kementerian Sekretariat Negara (Kemensetneg), Jakarta, Kamis (30/10/2025), merespons tuntutan empat organisasi guru yang menggelar unjuk rasa di Jakarta.
“Kompleks ya, masalahnya, karena pengangkatan guru menjadi ASN atau menjadi PPPK juga sama dengan yang lain, misalnya tenaga kesehatan gitu,” ujar Juri.
Dia mengatakan keterbatasan fiskal daerah dan belum optimalnya penyerapan kuota menjadi salah satu kendala utama.
“Masalahnya kompleks, karena pengangkatan guru menjadi ASN atau PPPK sama seperti tenaga kesehatan. Ada faktor kebutuhan, kemampuan fiskal daerah, dan kuota yang sebelumnya sudah diberikan tetapi belum seluruhnya terserap,” tuturnya.
Walakin, pemerintah memastikan bahwa kebijakan pengangkatan guru swasta dan madrasah menjadi PPPK akan terus berjalan secara bertahap.
“Proses penyelesaiannya tidak bisa selesai sekaligus karena banyak persoalan di bidang pendidikan. Tetapi ini tetap menjadi pekerjaan rumah yang harus segera diselesaikan,” ungkapnya.
Juri menyampaikan bahwa aspirasi para guru madrasah dan guru swasta yang menginginkan status sebagai PPPK akan diteruskan kepada Presiden Prabowo Subianto.
Menurut Juri, selain menyampaikan tuntutan soal status kepegawaian, para perwakilan guru juga berharap dapat bersilaturahmi langsung dengan Presiden.
Tentu akan kami sampaikan bahwa organisasi guru madrasah ini juga ingin silaturahmi dengan Pak Presiden. Itu hal yang wajar, apalagi mereka semua senang dengan presiden,” kata dia.
Sejumlah guru madrasah dari berbagai organisasi menggelar demonstrasi di sekitar Monumen Nasional (Monas), Jakarta Pusat, Kamis, menuntut pengangkatan guru madrasah swasta menjadi PPPK.
Aksi yang dipimpin Ketua Umum Punggawa Guru Madrasah Nasional Indonesia (PGMNI) Heri Purnama ini menyoroti ketimpangan perlakuan antara guru madrasah dan guru sekolah negeri, meski keduanya berlandaskan undang-undang yang sama.
Selain menuntut kuota PPPK bagi guru madrasah swasta, peserta aksi juga meminta penerbitan SK PPPK bagi guru bersertifikasi tanpa diskriminasi serta pelunasan tunggakan inpassing tahun 2012–2014.
Sebelumnya, ribuan guru madrasah swasta dari berbagai penjuru tanah air menggelar demo di depan Balai Kota, Rabu, 30 Oktober 2025.
Aksi yang berlangsung sejak pukul 08.00 WIB ini mampu memacetkan kawasan Balai Kota, Monas, Patung Kuda, dan sekitarnya.
Ketum Perkumpulan Guru Madrasah Mandi (PGMM) Tedi Malik mengatakan aksi diinisiasi oleh empat forum guru madrasah swasta. Semuanya bersatu dan menuntut keadilan kepada pemerintah.
Kami, guru-guru madrasah swasta dari seluruh Indonesia, menyampaikan keprihatinan mendalam terhadap kebijakan afirmatif pemerintah pusat dan daerah yang terus mengecualikan madrasah swasta dari berbagai bentuk perhatian, bantuan, dan perlindungan,” kata Tedi Malik ditemui JPNN di lokasi demo.
Dia mengungkapkan sejumlah fakta yang mendorong mereka melakukan aksi besar-besaran.
Pertama, guru madrasah swasta tidak masuk dalam formasi PPPK dan PNS secara terbuka.
Kedua, tunjangan dan bantuan pemerintah lebih banyak dinikmati oleh guru negeri.
Ketiga, APBN dan APBD jarang menyentuh madrasah swasta, meski sama- sama mencerdaskan anak bangsa.
“Regulasi sistemik tidak memberi ruang adil bagi madrasah swasta berkembang,” tegasnya.
Dia menambahkan selama ini guru madrasah swasta mengajar penuh waktu, berkontribusi pada pendidikan karakter dan agama.
Tidak itu saja, mereka juga melayani masyarakat pelosok, membayar pajak, dan tunduk pada aturan negara.
Tedi Malik menegaskan tuntunan seluruh guru madrasah swasta ada empat, yakni:
1. Kebijakan afirmatif yang juga mencakup madrasah swasta.
2. Akses terbuka terhadap PPPK dan ASN untuk guru swasta.
3. Distribusi anggaran pendidikan yang adil dan merata.
4. Pengakuan formal madrasah swasta sebagai bagian sah dari sistem pendidikan nasional.
“Kami tidak minta dikasihani, kami hanya minta diperlakukan adil, apalagi kualitas guru madrasah swasta tidak ecek-ecek,” kata Tedi Malik.(jpnn/rr)

