reformasinews.com- — Belum lama ini persatuan buruh yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) mengadakan demonstrasi di seluruh Indonesia pada Senin, 8 Juli 2024.
Aksi unjuk rasa tersebut dilakukan bersamaan dengan sidang lanjutan Judicial Review Omnibus Law UU Cipta Kerja.
Agenda dari sidang tersebut adalah mendengarkan keterangan ahli dan saksi pemohon.
Said Iqbal mengungkap pihaknya menuntut atas pencabutan UU Cipta Kerja serta menuntut dihapusnya praktik outsourcing dan tolak upah murah.
Selain itu ada sembilan alasan dibalik judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK) tersebut.
Salah satu alasannya yakni pihak buruh menolak konsep upah minimum (UMP/UMR) sebab sistem tersebut dinilai kembali pada upah murah.
Hal tersebut mengakibatkan kesejahteraan buruh menjadi terancam sebab kenaikan upah yang kecil dan tidak mencukupi.
Selanjutnya pihaknya menyoroti tidak adanya batasan jenis pekerjaan dengan sistem outsourcing, sehingga menghilangkan kepastian kerja bagi buruh.
Selain itu alasan lain yang mendasari aksi tersebut yakni sebagai berikut:
1. UU Cipta Kerja membuka peluang untuk pekerja melakukan kontrak kerja berulang tanpa jaminan menjadi pekerja tetap.
2. Besaran uang pesangon yang hanya diberikan setengah dari aturan sebelumnya,
3. Semakin mudahnya pengusaha untuk melakukan proses pemutusan hubungan kerja (PHK).
Adapun gugatan tersebut diajukan oleh beberapa serikat buruh diantaranya Partai Buruh, KSPI, KSPSI Andi Gani, dan KBBI, FSPMI, serta beberapa serikat buruh yang lain.
Massa buruh menganggap bahwa ancaman UU Cipta Kerja lebih besar daripada UU Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera).
Lebih lanjut Serikat buruh menaruh harapan besar pada pemerintah.
Diharapkan nantinya pemerintah mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) untuk mencabut UU Cipta Kerja.
Said Iqbal merasa optimis nantinya Prabowo Subianto selaku presiden terpilih berpihak pada kaum butuh dengan mencabut UU Cipta Kerja.(*)