Bengkulu,reformasinews.com – Kabar gembira bagi masyarakat Kota Bengkulu bahwa Pemerintah Kota Bengkulu telah resmi mencabut perwal BPHTB (Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan) nomor 43 tahun 2019 dan dikembalikan ke perda nomor 1 tahun 2004 atau perwal nomor 6 tahun 2011 yang penghitungan dan pembayaran BPHTB nya berdasarkan transaksi dan NJOP.
Dengan dikembalikannya ke perwal sebelumnya, pembayaran BPHTB otomatis lebih murah dan diharapkan masyarakat berlomba-lomba untuk melakukan pembayaran. Selama ini banyak masyarakat yang keberatan membayar BPHTB karena biayanya dinilai terlalu mahal.
Perihal pencabutan perwal BPHTB ini disampaikan langsung oleh Pj Walikota Arif Gunadi didampingi Pj Sekda yang baru dilantik Eko Agusrianto dan Kepala Bapenda Nurlia Dewi di ruang kerja Pj Walikota, Rabu (12/6/24).
Arif mengatakan selama ini PAD pemkot tahun demi tahun targetnya selalu meningkat walaupun realisasinya belum begitu maksimal. Banyak upaya yang dilakukan untuk peningkatan pendapatan itu melalui beberapa kebijakan.
“Jadi dari hasil kita konsultasi, kordinasi dan dengar pendapat dengan stakeholder, ada satu perwal kita yang sejak tahun 2019 perjalananya tidak bisa maksimal karena dengan adanya perwal itu justru mengurangi pendapatan kita terutama dari BPHTB. Kita evaluasi selama ini ternyata banyak keluhan di masyarakat. Beberapa stakeholder memberi masukan agar perda itu bisa ditinjau ulang. Biaya BPHTB di perwal itu cukup tinggi sehingga masyarakat malas membayar. Maka setelah kita berdiskusi, maka hari ini perwal nomor 43 tahun 2019 itu kita cabut, kita kembai ke perwal yang lama,” jelas Arif.
Arif berharap dengan telah dicabutnya perwal nomor 43 tahun 2019 itu masyarakat akan mampu membayar BPHTB karena aturannya kembali ke sistem yang lama yakni NJOP sehingga juga diharapkan pencabutan perwal ini bisa meningkatkan PAD.
Selain itu, Arif juga menyampaikan terkait pemutihan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Ini juga menjadi berita baik bagi masyarakat Kota Bengkulu khususnya yang sudah lama menunggak pembayaran PBB.
Arif menjelaskan, pemutihan berlaku hanya untuk tunggakan 2018 ke bawah. Sedangkan 2018 ke atas tetap harus dibayar atau dilunasi.
“Soal PBB, kalau kita evaluasi sekarang masih banyak masyarakat yang menunggak sehingga piutang kita itu semakin lama semakin meningkat. Dari sisi pengelolaan keuangan itu dianggap piutang kita (pemkot). Maka kita akan adakan pemutihan. Untuk 2018 ke bawah kita hapus tapi tetap harus membayar 2018 ke atas. Dari kebijakan ini juga kita berharap nanti masyarakat bisa membayar PBB nya. Masyarakat bisa berlomba-lomba untuk membayar PBB dengan adanya pemutihan itu,” jelas Arif.
Bila dihitung, lanjut Arif dengan pemberlakuan pemutihan untuk pembayaran PBB tahun 2018 ke bawah itu nilainya sebesar Rp 83 miliar dari total jumlah tunggakan sebesar Rp 119 miliar.
“Tidak apa-apa pemkot berkorban sebesar Rp 83 miliar dengan pemutihan PBB itu dan pencabutan perwal nomor 43 tadi. Tapi diharapkan target pendapatan kita di APBD tercapai atau bisa melampaui target,” demikian Arif.(,rl/rr)