Jakarta,reformasinews.com-Draft revisi UU Penyiaran mengusulkan pelarangan jurnalisme investigasi telah menjadi perbincangan hangat di masyarakat.
Keputusan tersebut dianggap melanggar UU Pers No 40 tahun 1999.
Pelarangan ini dinilai sebagai upaya negara untuk membatasi akses informasi publik terhadap skandal korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan oleh aparat negara.
Dilansir fajar.co.id, Insan Praditya Anugrah, seorang pengamat politik dari FHISIP Universitas Terbuka, dikutip dari Pojok Satu menegaskan alasan pelarangan tersebut menunjukkan niat negara untuk menghambat akses informasi publik mengenai kasus-kasus korupsi dan pelanggaran oleh aparat negara.
“Alasan jurnalisme investigasi dilarang pada RUU Penyiaran karena alasan mempengaruhi opini publik adalah tanda bahwa negara hendak membatasi akses publik terhadap skandal korupsi kekuasaan aparat negara, baik dari legislatif, eksekutif maupun yudikatif,” kata Pengamat politik FHISIP Universitas Terbuka, Insan Praditya Anugrah, Minggu malam (12/5).
Menurut Insan, pembatasan ini bertentangan dengan prinsip keterbukaan publik. Jurnalisme investigasi memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk memantau proses hukum terhadap penyelewengan kekuasaan negara.
Ia menekankan bahwa pemantauan tersebut merupakan hak masyarakat untuk mendapatkan informasi, terutama mengenai tindakan hukum terhadap korupsi, pencemaran lingkungan, dan pelanggaran HAM yang dilakukan oleh aparat negara.
Pelarangan jurnalisme investigasi dianggap bertentangan dengan UU Pers tahun 1999 yang menjamin kebebasan pers.
Jika RUU tersebut disahkan, masyarakat akan kehilangan kontrol atas proses investigasi kasus hukum. Pembatasan ini juga dianggap membatasi akses publik terhadap informasi mengenai perkembangan kasus-kasus tersebut. (*)