Sejarah Ketupat, Sajian Wajib Saat Hari Raya

oleh -435 Dilihat
Ketupat Makanan Khas Lebaran.Foto: ist

Reformasinews.com- Setiap daerah punya makanan khas Lebaran baik lebaran Idul Fitri maupun lebaran Idul Adha.

Ketupat disajikan untuk hidangan Lebaran, seperti opor ayam dan tendang. Tidak lengkap rasanya kalau ketupat tidak tersediah di rumah saat lebaran.

Pertanyaan bagaimana makna dan sejarah ketupat? Lalu, kok bisa ya ketupat jadi makanan khas Lebaran yang selalu tersaji di meja makan?

Apa Itu Ketupat?

Seperti kita tahu, ketupat merupakan makanan yang terbuat dari beras dan dibungkus memakai anyaman janur atau daun kelapa muda. Ketupat berasal dari Indonesia, yang kemudian menyebar ke negara tetangga, seperti Malaysia, Thailand Selatan, Singapura, dan Brunei.

Ada banyak makanan Indonesia yang disajikan bersama ketupat. Misalnya, kupat tahu, ketoprak, katupat kandangan, lotek dan ketupat sayur.

Bentuk ketupat pun beragam, diikuti alur anyaman berbeda. Secara umum, terdapat dua bentuk utama ketupat, yaitu jajaran genjang dengan enam sudut dan kepal bersudut tujuh.

Keberadaan ketupat saat Lebaran menandakan ini bukan makanan biasa. Bahkan, masyarakat mengenal perayaan Lebaran Ketupat. Hmm… apa sih yang bikin ketupat istimewa?.

Sejarah Ketupat

Melansir laman Historia, H.J. de Graaf menuliskan dalam Malay Annal” bahwa ketupat menandakan perayaan hari raya Islam pada masa kepemimpinan Raden Patah di Kerajaan Demak. Janur yang dipakai membungkus ketupat mewakili identitas masyarakat kawasan pesisir, yang identik dengan pohon kelapa atau nyiur.

Sebagai kerajaan Islam pertama di Jawa pada abad ke-15, Demak terus membentuk kekuatan politik dan menyiarkan agama Islam melalui dukungan Walisongo. Saat berdakwah ke pedalaman, Walisongo mengambil pendekatan budaya agraris sebagai cara memperkenalkan Islam.

Raden Mas Sahid atau Sunan Kalijaga menempuh langkah akulturasi dengan menjadikan ketupat sebagai media menyiarkan ajaran Islam. Ketupat pun punya “hari raya kecil” atau lebaran ketupat yang dilakukan pada 8 Syawal atau seminggu usai hari raya Idul Fitri dan enam hari puasa Syawal.

Nah, lebaran ketupat rupanya hasil mengadopsi tradisi pemujaan Dewi Sri, dewi pertanian, kesuburan, pelindung kelahiran dan kehidupan. Masyarakat agraris menempatkan Dewi Sri dalam posisi mulai. Bahkan, hal ini sudah berlangsung sejak era kerajaan kuno Pajajaran dan Majapahit.

Tentu saja tradisi tersebut diadaptasi agar sesuai ajaran Islam. Dewi Sri tidak dipuja sebagai dewi padi, tetapi hanya direpresentasikan dalam ketupat sebagai ungkapan syukur kepada Tuhan.

Ketupat dalam Tradisi Masyarakat

Meskipun begitu, masyarakat Sunda, Jawa, dan Bali masih menjalankan tradisi syukuran panen atau upacara selametan. Di Jawa, tradisi ini sering dibarengi dengan perayaan Maulid Nabi Muhammad. Saat Grebeg Maulud atau Sekaten, ketupat hadir sebagai salah satu persembahan dalam upacara adat.

Di Pulau Bangka kamu bisa menjumpai tradisi perang ketupat yang diselenggarakan setiap menjelang 1 Muharam atau Tahun Baru Islam. Lain lagi di Desa Kapal, Badung, Bali, perang ketupat bertujuan mengharap kesejahteraan dan keselamatan.

Tradisi serupa juga dilakukan di Lombok. Hampir serupa dengan di Jawa, perang ketupat mewakili ungkapan rasa syukur keberhasilan panen sekaligus penanda masa dimulainya penggarapan sawah.

Disadur dari  patner ini pedia, lebaran ketupat sebagai “hari raya kecil” kini masih lazim dirayakan pada pesisir utara Jawa. Walau tampak seperti dua hari raya, sebetulnya tidak ada hal esensial yang membedakan lebaran Idul Fitri dan lebaran ketupat.

Jika masih dirayakan pun, ini bagian dari upaya pelestarian tradisi yang sudah dilakukan turun temurun dalam masyarakat Jawa.

Filosofi di Balik Makna Ketupat

Lantas, bagaimana makna ketupat?

Secara etimologi, kata “ketupat” bermula dari “kupat” atau ngaku lepat, yang berarti mengaku bersalah. Ketupat juga diartikan laku papat atau empat perilaku, sekaligus mewakili keempat sisi ketupat, yaitu:

  • Lebaran – pintu maaf
  • Leburan – saling memaafkan
  • Luberan – berlimpah
  • Laburan – putih, berarti bersih dari berbagai dosa.

Anyaman janur nan rumit mencerminkan kesalahan manusia. Saat ketupat dibelah, warna putih melambangkan kebersihan serta kesucian usai memohon ampun. Sementara, beras yang jadi isi ketupat melambangkan kemakmuran setelah hari raya.

Dalam pandangan sebagian masyarakat Jawa, bentuk persegi ketupat dimaknai menjadi “kiblat papat limo pancer”. Papat diartikan sebagai lambang empat penjuru mata angin utama. Ke arah manapun manusia melangkah, ia harus selalu mengingat pacer atau arah kiblat (salat).

Namun, ada yang menganggap kerumitan anyaman janur saat membuat ketupat mewakili kompleksitas masyarakat Jawa pada zaman tersebut. Kalau kamu perhatikan, anyaman pada ketupat melekat satu sama lain. Hal ini dimaknai sebagai anjuran untuk memperat tali silaturahmi tanpa memandang perbedaan kelas sosial.

Maka, melalui ketupat, sesama muslim diharapkan mau saling mengakui kesalahan, saling memaafkan, dan melupakan kesalahan yang pernah dibuat. Ketupat menjadi simbol perayaan kemenangan hati setelah berpuasa sebulan penuh dan saling bermaaf-maafan, sekaligus memperat tali silaturahmi satu sama lain.(rizal)